Keluarga Tersangka Kasus JIS Tuntut Keadilan

Jakartasatu.com, — Salah satu keluarga tersangka yang terjerat dalam kasus tidakan asusila terhadap siswa Jakarta International School (JIS) meminta keadilan. Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang digelar Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pada Selasa malam (9/12) di Gedung Perpustakaan Nasional, Salemba, Jakarta Pusat. Dan salah satu pengisi acara yang diadakan secara sederhana tersebut adalah keluarga dari Jakarta International School (JIS), yang kini berganti nama menjadi Jakarta Intercultural School yang mengisi acara paduan suara.

JISSalah seorang anggota paduan suara JIS yang masih anak-anak dalam kesempatan itu bersuara tentang kakaknya yang menjadi tersangka dugaan kasus kekerasan seksual di JIS. “Saya tuntut keadilan hukum bahwa kakak saya tidak melakukan hal keji seperti itu,” ujar anak kecil itu dengan suara lantang.
Dan pada Rabu (10/12), digelar sidang tertutup di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atas dugaan kasus kekerasan seksual dengan terdakwa lima office boy (OB) dari PT ISS yang bekerja di JIS. Dalam sidang tersebut, jaksa menuntut lima pekerja kebersihan itu dengan hukuman masing-masing sepuluh tahun penjara, lebih ringan dari ancaman hukuman 15 tahun penjara. Mereka adalah Agun Iskandar, Zainal Abidin, Virgiawan Amin alias Awan, Syahrial, dan Afrisha Setyani alias Icha.

Menurut jaksa penuntut umum Ade Rahimah, para terdakwa itu merupakan saksi mahkota atas terdakwa lainnya. “Jadi, kasus tersebut berkaitan. Karena itu, sidang diadakan secara terpisah. Meski demikian, pasal yang dijeratkan kepada semua terdakwa sama,” ujarnya.

Ade menambahkan, para terdakwa tersebut diduga melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 55 ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP. JPU menuntut mereka dengan hukuman sepuluh tahun penjara. Para terdakwa tersebut diduga melakukan tindakan asusila kepada MAK, 6 tahun. “Ada bukti terkait hal itu dan juga keterangan ahli forensik menyebutkan adanya luka,” imbuh Ade.
Ditepi lain pengacara terdakwa Patra M Zen mengatakan bahwa jaksa tidak memiliki cukup bukti dalam menetapkan tuntutan tersebut. Sebab, alat bukti hanya berdasar saksi. “Selain itu, saat sidang berlangsung, jaksa sulit membuktikan kasus asusila tersebut. Kami akan menyiapkan pledoi. Sidang itu kan tidak membahas bukti medis. Hanya keterangan saksi korban, psikolog, dan saksi ahli,’’ ujarnya.

Menurut Patra, kecuali saksi korban, tidak ada saksi lainnya yang melihat dan merasakan langsung kejadian tersebut. Selain itu, hasil medis tidak bisa dijadikan bukti untuk menerangkan adanya tindakan asusila. ”Kami yakin hakim akan memutuskan kasus tersebut dengan seadil-adilnya. Sejak awal, kami menjadikan hal itu sebagai catatan untuk pledoi,’’ jelasnya.***(bersambung)