IST

KONTRAS: Polisi Harusnya Hati-hati dalam Kasus JIS

JAKARTA –Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai penanganan kasus tindakan asusila kasus Jakarta International School (JIS) menjadi salah satu bukti tindakan polisi kurang hati-hati, tidak independen, dan memaksakan sebuah kasus dari bukti-bukti yang sangat lemah.
Koordinator Kontras,Haris Ashar mengatakan, kasus JIS memperlihatkan bagaimana polisi telah membentuk sebuah rangkaian cerita yang tidak berdasarkan alat bukti. Akibatnya menurut Haris, untuk memaksakan ceritanya, polisi melakukan tindak kekerasan dan penyiksaan terhadap pekerja kebersihan JIS agar mengakui kasus kekerasan seksual itu.

JIS_gerbang“Kasus JIS kembali mempertontonkan kepada kita bagaimana sebuah rekayasa terjadi. Kematian seorang pekerja kebersihan JIS dengan muka lebam menjadi bukti bahwa tindak kekerasan oleh polisi itu nyata terjadi,” kata Haris dalam media briefingbertema ‘Tantangan Kinerja Polisi di Pemerintahan Jokowi’ yang digelar Kontras, 4 November lalu.

Menurut Haris, dari hasil pemantauan dan investigasi yang dilakukan Kontras, banyak fakta-fakta persidangan yang bertolak belakang dengan berita acara pemeriksaan yang disusun polisi. “Misalnya hasil visum rumah sakit dan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan penuntut umum semakin melemahkan cerita polisi,” kata Haris.

Haris menambahkan, bahwa para terdakwa juga mengaku terpaksa mengakui perbuatan versi berita acara pemeriksaan karena tidak kuat menahan siksaan oleh polisi. Seperti terdakwa Syahrial, yang mengaku mengalami tindakan brutal dan kekerasan dari polisi mulai pukul 21.00 sampai pukul 03.00 dini hari setelah ditahan pada April lalu. Karena tak kuat menanggung sakit, Syahrial akhirnya menyerah. “Karena polisi berada di bawah koordinasi langsung presiden, Bapak Jokowi seharusnya juga mencermati kasus ini. Dengan kondisi polisi saat ini, masyarakat semakin takut berhubungan dengan polisi, karena polisinya sendiri menunjukkan ketidaktaatnya pada hukum. Kasus JIS adalah salah satu bukti tindakan polisi yang tidak profesional dan memaksakan sebuah kasus dari fakta yang lemah,” tutur Haris.

Ia mengungkapkan, sebagai sekolah ternama dan berlabel asing, JIS dijadikan sebagai panggung dan penghakiman institusi dengan membentuk sentimen asing. Padahal, dari kasus ini, yang menjadi korban adalah para pekerja kebersihan yang secara ekonomi tidak mampu dengan akses politik dan informasi yang lemah. “Masyarakat kecil seperti pekerja kebersihan JIS ini selalu menjadi korban dan tidak bisa melawan. Lain halnya dengan kasus anak Hatta Rajasa yang menabrak beberapa orang sampai meninggal. Anak Hatta tetap bisa bebas dan mendapat perlakuan berbeda karena punya akses politik dan uang,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan orang tua murid JIS, Ayu Rahmat, menuturkan kasus JIS sejak awal sangat janggal dan tidak masuk akal. Selain sistem dan kontrol di sekolah sangat ketat, cerita yang dimunculkan dalam berita acara pemeriksaan kebersihan itu mustahil terjadi. “Bagaimana mungkin seorang anak berusia 6 tahun mengalami sodomi lebih dari 13 kalo oleh 4 orang dan kondisi lubang pelepasnya masih normal? Itu bukti visum dari RSCM dan SOS Medika yang sudah disampaikan ke majelis hakim,” tutur Ayu.

Ia menambahkan, di TK JIS banyak orangtua siswa yang terlibat dan memonitor kegiatan anak-anaknya. Karena itu, menjadi sangat aneh ketika Ibu Pipit yang tidak pernah datang ke sekolah tiba-tiba melaporkan kasus ini.

“Kami bingung dengan semua cerita ini. Apalagi, ada gugatan yang nilainya bisa digunakan untuk membeli seluruh tanah yang ditempati JIS. Ada apa ini semua?” ujarnya.

Ia pun meminta Presiden Jokowi dan Iriana untuk ikut memonitor kasus ini. Karena, kasus ini menjadi pertaruhan hidup mati bagi keluarga para terdakwa. Para pekerja kebersihan ini, tambahnya, merupakan tulang punggung keluarga dan sumber nafkah bagi keluarganya. “Bayangkan jika kita dihukum oleh suatu perbuatan yang tidak pernah kita lakukan dan harus menanggungnya seumur hidup. Mereka punya anak, istri, orang tua dan anak asuh. Saya yakin dengan mengungkap kebenaran dalam kasus ini kita dapat menyelamatkan masa depan banyak keluarga dan orang-orang kecil yang mampu dan tidak bersalah ini,” kata Ayu.***(bersambung)